Skip to main content

Mahkota dan identitas


Sumber : Google Images

 Akhirnya, setelah beberapa lama saya menyempatkan diri untuk membuat postingan lagi. Masih dengan alasan yang sering dilontaran oleh kebanyakan penulis ketika akan menulis sesuatu.. APA ?. rasanya cukup dimaklumi ketika kita heran akan menulis apa dalam sebuah tulisan. Banyak faktor yang selalu menghalangi ketika kita akan mencurahkan buah pemikiran terutama oleh penulis awam seperti saya, dan faktor yang terbesar adalah “RASA MALAS” iya, . di dunia ini ada beberapa penyakit yang tidak memiliki obat misalnya kebodohan, kejelekan dan salah satunya yaitu kemalasan. Penyakit yang hanya diubah oleh sang empunya penyakit.
 Lanjut pembahasan, dalam postingan kali ini rasanya saya akan membahas mengenai diri saya sendiri dan terutama di fokuskan di masalah identitas. Identitas disini belum mencakup pada masalah sosial dan sebagainya tapi masih berkutat pada identitas pribadi. Hal yang menyatakan kita sebagai individu yag bebas dan merdeka. Kita akan membahas lagi masalah nama
 Nama saya SIRAJUDDIN, nama yang diberikan oleh keluarga kakek HJ Daeng Patunru mappanggaja sekitar 21 tahun lalu. Nama saya yang singkat itu bertahan sampai kelulusan sekolah dasar. Nama itu kemudian bertambah lebih panjang di awal memasuki sekolah menengah pertama dengan ditambahkan nama dari bapak dan jadilah SIRAJUDDIN SUDIRMAN, nama yang sampai sekarang masih menempel dalam berbagai kartu di dompet.
 Seumumnya sebuah pergaulan maka nama akan selalu berubah tergantung bagaimana kita mempertahankannya. Sudah bukan hal yang tabu untuk menemukan nama panggilan yang cukup aneh untuk disebut. Bahkan kadang kita kaget menemukan nama seorang yang cukup gagah kemudian dipanggil dengan panggilan aneh. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah nama itu mewakili orang tersebut. Menurut saya iya, Selama orang tersebut tidak menganggapnya terlalu banyak masalah karena pribadi seseorang tidaklah terpengaruh oleh namanya tapi pada sikapnya #oksip
Pada kebanyakan cewek, nama panggilan yang kita dapatkan tidaklah akan terlalu jauh dari nama aslinya misalnya ketika seorang dipanggil dengan “cia atau lia” maka kita tentu dapat dengan mudah menebak bahwa namanya tidaklah terlau jauh dari “syamsiah dan dahlia” (etc.) berbeda halnya dengan cowok, kita akan menemukan masalah yang sangat jauh berbeda. Seorang laki-laki akan menemukan dirinya mempunyai bahkan lebih dari satu nama panggilan, mulai yang cukup aneh sampai paling aneh.
Sumber : Google Images

 Mungkin laki-laki tidaklah terlalu mempermasalahkan hal itu karena kita bicara masalah kuantitas, jika hanya satu maka akan tampil aneh, tapi jika banyak ????. iya kita bersama dalam sebuah keanehan yang tanpa disadari telah membudaya. Nama yang awalnya begitu sakral kini dapat dikeluarkan oleh  siapa saja. Bahkan ketika sudah bosan dengan nama panggilan masih ada saja nama universal yang dapat disebut “anu”. Cobalah memanggil sekelompok laki-laki dengan panggilan “anu” dan liat apa yang terjadi.
 Jika di indonesia nama panggilan dapat dengan mudah dikeluarkan kita akan mendapatkan hal yang berbeda di negeri doraemon. Sebuah nama sepertinya menjadi mahkota orang di sana. Jika kita dengan seksama menyaksikan serial anime (lagi trend di jaman sekarang) maka orang yang seumuran tidak akan memanggil nama depan seseorang dengan gamblangnya jika tidak saling mengenal. Nama depan disini misalnya nama  “Oreki  Houtarou” (salah satu karakter favorit penulis dalam hyouka) maka teman-temannya hanya akan memanggilnya oreki-san karena itu merupakan nama keluarga. Dan ketika sang empunya nama belum mengizinkan maka kita tidak dapat memanggil nama depannya.
 Bagaimana dengan saya sendiri ? sejak kecil saya diberi nama “udin”, sebuah nama pendek dari ujung nama saya yang kepanjangan. Dengan udin orang hanya akan menyebutkan dua patah kata dan selesai. Memasuki sekolah menengah pertama saya mendapat julukan baru dengan nama “dokki”. Sebuah nama yang cukup memalukan untuk disebutkan ketika bertemu orang lain. Tapi waktu itu, ketika pengubahan nama, hampir  seisi kelas ternyata juga mandapat nama julukan yang aneh dan kini menjadi memori sendiri untuk diketawai ketika memanggil nama orang lain dengan aneh. Memasuki sekolah menengah atas dikelas satu waktu itu sedang pada masa orientasi sekolah. Orang-orang memperkenalkan dirinya sendiri dengan nama sebutan. Banyak yang kelihatan malu-malu dan canggung menyebut nama panggilannya hal ini diantisipatif oleh panitia dengan membagikan nama gratis. Seperti yang saya katakan sebelumnya nama di indonesia sangat murah.
 Akhirnya saya mendapat julukan baru “siroj” nama ini hanya bertahan satu semester karena kata teman-tenan sekelasku waktu itu, namaku terlalu banyak membuang air liur. Dan perubahan nama kembali terjadi, kali ini berubah menjadi “ajhuz” sebuah nama yang menurut mereka keren ?? keren ??? (“ _ _)/||
Di kelas 2 sekolah menengah atas segerombolan perempuan memanggilku dengan nama “sira”, yang kemudian berevolusi menjadi “siro”. Masa dimana kartun sinchan masih sangat populer di tv swasta. Sebagian diantaranya menggunakan nama itu untuk sekedar ejekan tapi entah mungkin karena saya menerimanya maka akhirnya mereka terbiasa dan tidak menganggapnya sebagai ejekan lagi melainkan nama akrab. Dan nama bertahan sampai kelulusan \(^_^)/
 Memasuki masa awal kuliah, saya mendapat nama daeng bantang, nama itu merupakan salah seorang nama penyair besar makassar menurut senior yang lebih tua. Tapi saya bukan orang makassar melainkan orang dengan darah bugis asli meskipun nama saya memang memiliki unsur makassar karena kakek saya dari makassar. Saya mengubah nama itu dengan memperkenalkan nama SMA saya.. “Nama saya siro” kataku pada semua orang yang kutemui dan akhirnya menjadi kebiasaan di mulut orang-orang sekitarku.
 Pada beberapa waktu yang lalu seorang membuat nama “udin” menjadi aneh dan diejek. Dia memperkenalkan lagu “udin sedunia” dan mengatakan bahwa nama udin itu norak. Sebuah penghinaan menurutku.  Jika kita menelisik lagi penggunan nama udin maka kita akan mendapatkan wilayah sulawesi selatan sebagai pemilik nama udin yang sangat kental. Dalam artian semua daerah mempunyai nama khas tersendiri seperti di bali (i gede, i putu), jawa (wonojoyo, sucipto, sokowi widodo), dan begitupun sulawesi selatan dengan nama berakhiran udin seperti zainuddin, safaruddin dan pahlawan besar kita hasanuddin. Bukankah alasan tersebut cukup untuk menjadi alasan kita sebagai anak-anak sulawesi bagian selatan merasa terhina ketika seseorang telah menghina nama warisan leluhur kita. Ironisnya malah banyak yang merasa lucu ketika mendengar lagu tersebut. Kebanyakan malah mendendangkannya dengan gembira .. kasihan.
 Kita akan dikenal akan dua hal yaitu perbuatan dan nama. Nama merupakan doa yang akan melengket  bahkan ketika kita telah meninggal di dunia.. Mungkin hal itulah yang mendasari munculnya istilah nama baik. Kita seharusnya mulai menghargai  nama yang diberikan untuk kita dan mencari artinya. nama saya dalam artian bahasa arab yaitu “yang terang”. Cukup bagus untuk menjadi sebuah alasan penghargaan bukan ?

ah.. sebuah nama yang sangat bagus terima kasih kek untuk identitas yang indah ini. Pertanyaan selanjutnya....  apa arti namamu ? 

Comments