Skip to main content

Pasar terong dan gadis pakarena


“Lombok”
Teriakan seorang pedagang sayur menyambut kedatanganku di tempat ini bahkan sebelum kakiku turun dari sepeda motor. Di tempat yang tidak begitu jauh seorang juru parkir melambai-lambaikan tangannya seraya mengarahkan motorku kebawah sebuah pohon rindang dimana motor-motor lainnya telah tersusun secara rapi. “jammi kunci leher motorta, amanji”, katanya kemudian ketika aku berhenti tepat disampingnya.

Masih diatas motor, segera kuambil smartphone di tasku dan mengirim pesan ke grup “Blogger Makassar”. “masih ada orang dipasar ? J “ tulisku. Sekedar basa-basi berharap mendapatkan teman untuk menelusuri tempat ini. Beberapa saat menunggu sepertinya tidak ada orang yang menanggapinya. “Ah sudahlah”, pikirku. “Aku akan jalan-jalan sendiri saja”.
Dari awal tujuanku datang kesini adalah untuk mencari seorang gadis pakarena yang muncul dalam mimpiku. Terdengar agak bodoh memang untuk orang yang telah mulai menginjak usia 20-an  lebih untuk percaya pada mimpi. Mungkin kamu pernah mengalami mimpi dimana bayangan yang berada disana terasa sangat dekat hingga hampir-hampir dapat membelaimu, orang yang bermimpi.
Biasanya, mimpi itu hanya bertahan beberapa menit saja setelah kamu terbangun dari tidur. Tapi ini berbeda. wajah, gaun dan gerakannya masih tergambar dengan sangat jelas dalam alam sadarku. Di mimpiku, gadis itu terlihat sangat manis dengan busana baju pahang khas Sulawesi selatan, memakai lipa’ sabbe’ berwarna merah, Memegang sebuah kipas daun lontar di tangan kanan dan yang kiri mengangkat selendang berwarna kuning keemasan. Seorang gadis yang membuatmu penasaran untuk menemukannya
Aku mulai memasuki lorong sempit yang dikelilingi penjual pakaian. Bukan pakaian biasa, tapi ini adalah “cakar” atau pakaian “cap karung”. Walaupun telah beberapa tahun tinggal di Makassar, pertama kalinya aku memasuki tempat ini dan langsung terpesona. baru kutahu kalau tempat ini adalah pusat penjualan cakar terbesar di Makassar. Hal ini diberitahukan oleh seorang pedagang ketika aku sedang iseng-iseng melihat dagangannya.
“beli mki kalau disuka, daripada capekki mutar-mutar, tawar mki”. katanya
“eh, luaskah memang ini pasar bu?”. Tanyaku
“inimi tempat jual cakar paling besar di Makassar”, katanya sambil tertawa
Anak yang dibelakangnya juga tertawa, ah malu rasanya tinggal di Makassar tapi tidak tahu fakta umum seperti ini. Aku segera berlalu dengan alasan mencari teman dan pedagang tadi hanya menatap dengan sinis.
Ternyata benar kata ibu yang tadi, hampir semua penjual di pinggir kanal ini adalah penjual cakar. Entah butuh berapa menit yang harus kuhabiskan sambil terus berjalan melewati orang yang hilir mudik di jalan sempit antara lapak pedagang satu dengan pedagang yang lainnya. Senggol menyenggol dan injak menginjak sudah menjadi hal yang terlalu biasa di tempat ini. Beberapa orang yang akhirnya saling bertabrakan karena tidak bisa menghindari gelombang manusia di jalur yang sempit hanya bisa cekcok mulut sebentar saja seolah saling mamaklumi keadaan. Tiba-tiba terdengar suara dari seorang wanita berteriak membuyarkan konsentrasiku
“buka baru”, teriaknya berulang-ulang
Perempuan yang berteriak tadi nampak sibuk mengeluarkan pakaian dari dalam sebuah karung besar, karung yang lebih besar daripada karung padi.
“lihat-lihatki bajunya dek, barang baru datang dari pare”, katanya sambil terus sibuk mengeluarkan pakaian dari karung yang dipegangnya.
Barang baru berarti pakaian yang ada disitu adalah pakaian yang belum pernah dipajang sebelumnya. Pakaian-pakaian ini lebih mahal daripada pakaian lama. Biasanya “barang baru” hanya datang sekali seminggu dan sepertinya barang itu datang hari ini, hari minggu. Jika kamu membiarkan barang baru itu tinggal selama satu hari maka harganya akan turun drastis.
Walaupun pakaian yang dijual disini adalah pakaian bekas tapi kualitasnya tidak bisa dianggap remeh. Merek-merek terkenal dunia seperti GUCCI, POLO, ELLE dan yang lain tersebar disini, tidak hanya itu, semua pakaian dijual dengan harga yang cukup nyaman di kantong, bahkan menurut Koran local yang pernah kubaca, penjual cakar disini adalah yang termurah semakassar. Dan jia harga yang ditawarkan masih belum cukup, disinilah kemampuan menawar mangambil alih.
 Menawar cakar tidak sama dengan menawar pakaian biasa. Dalam menawar cakar kamu harus menurunkan harga pakaian yang dijual sebanyak 75% dari harga yang disebutkan. Makanya jangan heran ketika barang yang seharga 200 ribu bisa didapatkan dengan harga 50 ribu saja. Menawar juga merupakan seni dari berbelanja. Semakin hebat kemampuan anda dalam menawar suatu barang maka akan semakin tinggi juga strata anda di dunia perniagaan. Bagi perempuan, kemampuan menawar yang baik adalah salah satu kriteria calon istri yang baik :D
Aku melalui berbagai macam penjual cakar di sepanjang jalur sempit ini. semakin ke dalam komoditi yang dijual  juga semakin beragam, kini bukan hanya pakaian, tapi juga sudah ada sepatu, tas, dan juga petasan. Yah, petasan… aku sendiri heran kenapa ada orang yang menggelar petasan di tengah-tengah penjual pakaian ini. Bagaimana jika seorang pembeli kemudian mengetes salah satu petasan dan tanpa sengaja menyambar pakaian yang ada disana, bukan tidak mungkin akan terjadi sebuah kebakaran paling fenomenal se-Makassar.
Bayangkan saja pedagang pakaian yang bertebaran sepanjang kanal pannampu yang di mulai dari jl Bawakaraeng sampai ke jl masjid raya yang panjangnya sekitar setengah kilometer di lahap si jago merah, belum lagi jika api mulai tertiup angin kearah jl terong yang penuh dengan kios-kios berbahan dasar kayu dan mudah terbakar. Tidak pelik, Makassar akan menjadi sorotan dunia. Apakah seperti ini cara pemerintah kota Makassar untuk memegahkan slogan yang akhir-akhir ini santer terdengar “MAKASSAR KOTA DUNIA”.
Tapi tunggu dulu, ah… sepertinya aku terlalu mendramatisir suasana disini. Tidak mungkin pemerintah akan membiarkan hal itu terjadi. Semua orang yang memasang lapak disini pasti telah mendapatkan izin dari pemerintah sebelumnya atau paling kurang dari pengelola pasar, pengelola pasar pasti tahu benar bahwa di tengah-tengah pedagang pakaian di pasar ini ada beberapa pedagang yang menjual barang lain selain baju yaitu petasan. Mereka akan mengantisipasi dan bertanggung jawab atas semua yang mungkin terjadi di dalam pasar ini. Apalagi yang harus kukhawatirkan. Hehe..


Aku berhenti sejenak di sebuah jembatan kecil yang menyambungkan dua sisi kanal. Walaupun terlihat sudah agak kusam, tepi ternyata kayunya cukup kokoh, terbukti dengan tidak bergoyangnya jembatan saat di lalui oleh segerombolan orang dengan bawaan yang banyak. Baru juga berada di atas jembatan itu sebentar, bau yang tidak mengenakkan sudah menyeruak dari bawah. Air kanal ini berwarna hitam pekat dengan aliran yang sangat lambat, bahkan hampir-hampir kelihatan tidak mengalir sama sekali, padahal saat ini curah hujan masih sering turun di Makassar.
Aku berjalan ke seberang sungai sekedar untuk merasakan sensasi jembatan ini ketika tiba-tiba seorang kakek paruh baya yang berumur sekitaran 60 tahunan menyapaku
“becak dek ?”. tanyanya
“iye, ndak ji daeng”. Balasku ramah
Aku mencari tempat berteduh disamping sang kakek yang terus sibuk mencari orang yang akan menggunakan jasanya.
“lamami hitam airnya ini kanal daeng” ?. tanyaku memecahkan konsentrasinya
“aii, lama mi”. jawabnya singkat
“dalamkah airnya daeng ?”. tanyaku lagi
“tidak, banya’ sekali lumpurna itu sungai ka, itumi juga yang kasi hitam airna?”. Katanya lagi sambil terus menatap ke ujung jembatan.
“tidak adakah yang bisa keruk lumpurnya disini?”
“caritaji itu, dari dulu janji-janji terusji bilang mau dibersihkan disini na tidak pernahpi ada kuliha’ buktinna”,jawabnya dengan raut yang agak kelihatan kesal
Aku tidak berani lagi menganggu kakek ini, salah sedikit bisa-bisa aku yang akan dimarahi karena terlalu banyak tanya. Aku baru berniat untuk pergi ketika dari tengah sungai terlihat seekor biawak sedang berenang dengan santainya. Hampir tidak percaya rasanya aku bisa melihat hewan seperti ini di sungai yang sangat kotor ini. Biawak ini kuperkirakan memiliki panjang setengah meter dengan diameter sekitar 7 cm. cukup besar untuk membuat orang menoleh padanya. Yang anehnya,  sang kakek yang juga melihat pemandangan sama denganku terlihat tidak peduli dengan penampakan yang kuanggap sangat langka ini, satu-satunya orang yang akhirnya berkomentar adalah seorang anak kecil yang kebetulan melewati jembatan bersama ibunya
“ma, ma, ma”. Katanya sambil menujuk ke arah sungai
Sang biawak sepertinya juga tidaklah terlalu peduli ketika tahu dirinya telah menjadi sorot perhatian, dia malah berenang lebih dekat kebawah jembatan dan kemudian masuk kedalam pipa saluran pembuangan pasar. Dan aku tidak melihatnya lagi.
Kulanjutkan perjalananku ke arah jl terong melewati ujung jembatan tempatku keluar tadi. Setelah melewati beberapa penjual cakar mulailah terlihat sebuah warna dari pasar tradisional. Sayur-mayur dan buah-buahan terjejer di samping kiri jalan. Di sisi yang lain terlihat penjual ikan sibuk mempromosikan ikan jualannya. Dagangan yang lain pun bertebaran di sepanjang jalan ke arah jl terong. Mulai dari tusuk sate, minuman dingin, berbagai macam kacang-kacangan sampai ikat rambut lengkap dijual.

 Sampailah aku di jl terong, jalan yang menjadi nama pasar ini. Dan disinilah penjual mulai semakin ramai, jalanan disini sudah agak luas sehingga motor dapat lalu lalang meskipun begitu pengendara sepeda motor tidak dapat  melaju dengan cepat karena banyaknya pembeli di jalanan selain itu, jalanan yang rusak membuat pengguna kendaraan harus berhati-hati

Sepanjang berada di pasar ini, aku selalu memperhatikan wajah setiap orang yang kulalui, sedikit berharap diantara mereka ada orang yang sedang kucari. Tapi bahkan setelah sampai disini aku belum melihatnya sama sekali. Entah ide dari mana aku yakin akan bertemu dengan gadis pakarenaku disini. Aku berpikir bahwa gadis yang menggunakan pakaian adat seperti itu haruslah seorang yang mencintai budaya kedaerahan. Dia bukan seperti gadis kekinian yang pergi ke pusat perbelanjaan mewah kemudian melakukan selfie atau pun bersantai di tempat umum menikmati kopi sambil memakai rok mini. Bukan, gadisku tidak akan seperti itu. Dia adalah gadis yang lebih memilih untk berbaur dengan masyarakat di tengah hiruk pikuk pasar tradisional. Menikmati kehidupan yang lebih jujur di tengah banyaknya improvisasi sambil tetap memperlihatkan karakteristik gadis Makassar. Lembut, setia, sopan dan patuh.

Dari kejauhan kulihat sebuah gedung yang cukup besar berwarna orange dan hijau. Inilah dia bangunan pasar terong yang menjadi grand ambassador tempat ini. Terpampang dengan megah di pintu depan sebelum memasuki gedung “PASAR TERONG”. Dibagian depan diisi dengan penjual kosmetik dan perlengkapan kecantikan kemudian di bagian dalam banyak orang yang menjual pakaian mulai dari pakaian dewasa sampai pakaian bayi. Tapi ada yang aneh, pelanggan disini terasa sangat sepi dibandingkan dengan di luar tadi
Tempat ini terasa sangat sunyi untuk ukurannya yang sangat besar. Dibagian belakang lantai satu ada tempat penjualan ikan yang tidak digunakan, beberapa meja ikan terlihat dihancurkan dan langit-langitnya dipenuhi oleh sarang laba-laba. Hanya terlihat seorang nenek dengan alat jahitnya di sudut-sudut gedung “penjahit aji” itu lah tulisan yang ada di stand belakang nenek tersebut entah itu adalah standnya atau bukan aku tidak tahu.
Bosan dengan lantai satu, aku menaiki lantai kedua untuk melihat-lihat, tangga yang menghubungkan lantai satu dan dua adalah sebuah escalator yang sudah tidak difungsikan lagi. Sampai dilantai dua, ada banyak sekali perlengkapan masak dari cetakan barongko sampai alat presto semuanya ada. Lebih lanjut dibagian belakang lantai dua ada tempat orang-biasanya bersantai dan sekali lagi .. “penjual cakar” .. haha.. ternyata ekspansi cakar di kawasan ini sangat merajalela. Aku tidak akan menemukan apa-apa disini pikirku kemudian, sebenarnya masih ada lantai diatas lantai tempatku berada tapi melihat kondisi yang sunyi, aku berpendapat bahwa bagian atas juga pasti hanya sama sunyinya.

Kembali ke jalan, kondisi ramai lagi, aku hanya berjalan-jalan saja sambil melihat-lihat apa saja yang dijual oleh orang disekitar. Ini benar-benar tempat yang sangat lengkap jika kita sedar ingin berburur sandang dan pangan. Bagaimana tidak, hampir sepanjang jalan terong dipenuhi oleh penjual bahan konsumsi. Sebut saja ayam, kelapa, jagung, telur, ikan, berbagai sayur-sayuran, berbagai bahan bumbu kue, berbagai buah-buahan, makan tradisional dan banyak sekali yang lainnya
  Matahari semakin tinggi ketika aku kemudian memutuskan untuk kembali kerumah, mungkin gadisku tidak datang hari ini. Dekat dengan jalan keluar aku tertarik dengan ayam jantan yang dijual di salah satu lapak, aku kemudian singgah untuk sekedar melihat-lihat dan mengambil gambarnya .

Ketika sedang asik memotret hewan yang menjadi ikon PSM ini, seorang bapak mengejutkanku dari belakang
“jangko itu foto, itu mu fotoe”. Katanya sambil menunjuk sesuatu
Aku berbalik kemudian tertawa, bapak itu menunjuk ke sebuah gundukan sampah yang ada di tengah jalan,. Aku kemudian memotretnya.

Sampah itu sengaja dikumpulkan di tengah jalan salah satu perempatan di pasar. Itu merupakan bentuk protes pedagang disini akan kurang aktifnya seksi kebersihan pasar. Menurut seorang pedagang, kepala pasar sebagai pihak yang bertanggung jawab akan keseluruhan pasar kurang perhatian akan bagian kebersihan sehingga pasar belakangan terkesan kumuh dan kotor,  imbasnya kembali ke pedagang dimana pembeli akan malas datang ke pasar yang kotor dan bau. Padahal para pedagang tetap lancar membayar biaya konstribusi pasar sebesar Rp.5000 perhari untuk satu lapak.
“itu nanti foto kasi lihat pak dani, baru tulis mi bilang “banyak sampah di terong”. Kata bapak tadi sambil memasang mimik wajah yang lucu
Aku tertawa lagi, pak dani yang dia maksud adalah Danny Pomanto, Bapak Walikota Makassar yang ke 27. Sepertinya bapak ini salah mengira kalau aku adalah seorang wartawan, padahal kalau dipikir, mana ada wartawan yang memotret menggunakan kamera Handphone. :D
aku segera meninggalkan tempat itu setelah berpamitan dengan bapak yang tadi. Panasnya terik matahari membuat tenggorokanku haus, kebetulan tidak jauh dari tempat motorku diparkir ada sebuah stand penjual minuman dingin. Aku segera menghampirinya
“pop ice rasa alpukat daeng”. Kataku kepada penjualnya lalu mengambil tempat duduk di belakang standnya.

Tidak butuh waktu lama untuk penjual tersebut untuk menyediakan pesananku, sepertinya tangannya sudah sangat cekatan untuk membuat minuman semacam ini. Sebuah minuman dingin rasa alpukat versi murah sudah tersedia di hadapanku. Segera setelah memberiku minuman, penjual tersebut seperti terburu-buru kesuatu tempat. Mungkin dia ingin kencing pikirku kemudian.
Aku tidak menemukan orang yang kucari dipasar ini, gadis pakarena yang memiliki senyum manis, mata lentik dan suara lembut seperti dalam mimpiku. Mungkin aku bisa menemukannya di tempat lain selain di tempat ini, ucapku dalam hati membangun sebuah rasa optimis sendiri.
“Vanilla Blue ta 2”
Sebuah suara membuyarkan lamunanku
“iye ?”. balasku masih dalam keadaan kaget sambil berbalik
“Vanilla Blue ta 2”. Kata seorang perempuan muda sambil menatap kepadaku
“Maaf, bukan saya penjualnya”, jawabku sambil menunjuk penjualnya yang setengah berlari menuju ke arahku, ternyata dia dari mengambil persediaan es batu
“hehe. Maaf.. kukira kita mi”. katanya kemudian sambil tersenyum.
Kemudian dia memesan vanilla blue kepada penjual yang telah sampai di depanku, gadis ini datang dengan seorang gadis yang lebih muda, mungkin adiknya. Aku masih belum percaya kalau gadis inilah tadi yang memiliki suara lembut dan juga senyuman yang sangat manis.
Apakah dia adalah gadis yang tadi malam mendatangiku dalam mimpi ?? tapi kenapa tangannya malah menggenggam sebuah smartphone, bukannya sebuah kipas ?? ah.. tidak mungkin itu dia... bukan dia… bukan

Makassar, 14 juni 2015



Comments