Skip to main content

Tulisan Untuk Para Sahabatku Yang Sudah Sarjana

Sumber : Google

Perpisahan seperti seharusnya selalu membawa kesedihan. ketika masanya tiba, perpisahan seakan memaksa renggangnya semua hubungan emosional kita. Perpisahan seperti tidak pernah peduli berapa banyak kenangan yang telah kita abadikan bersama. Dia hanya datang dan kemudian menghamparkan tirai pemisah diatas semua kenangan kebersamaan yg telah kita bangun. Dan ketika semuanya selesai, kau telah menghilang bersama semua gelak tawa juga candaanmu. dan yang tersisa akan bertanya, “Secepat ini ?”

“kalau kalian berkesempatan jalan-jalan ke daerah, mampirlah ke rumah, rumahku selalu terbuka untuk siapapun diantara kalian yang ingin singgah” katamu. Akhirnya ucapan itu terlontar juga oleh seorang teman yang telah menenteng titel sarjana di belakang namanya. Kata-kata itu terasa lebih menyakitkan daripada “kapan sarjana ?” ataupun “kapan nikah ?” yang sedang santer belakangan ini. Mungkin karena dalam kata-kata yang kau lontarkan itu sudah tidak terdapat lagi unsur candaan, semuanya murni karena kondisi. Dan jujur terasa sangat berat untuk menerimanya, entah kenapa ketika aku berpikir untuk mengaminkan kata-kata tersebut, rasanya kita akan berpisah untuk waktu yang sangat sangat lama.

Sekarang aku mempunyai tujuh teman yang tidak henti-hentinya menanyakan kabarmu. Mereka menanyakanmu bergantian tiap hari. Katanya dia rindu kepadamu ketika kau memilih salah satu diantara mereka untuk diajak bermain. Aku sering menasehatinya bahwa kamu sudah tidak bisa sebebas dulu lagi tapi mereka tidak terima. Beruntung dengan adanya teknologi mereka dapat memantau perkembanganmu. Walaupun dengan bercandaan yang sedikit nakal tapi semua yang mereka butuhkan hari itu sudah didapatkan. Sebuah kabar gembira bahwa kau tetap dalam kondisi yang “baik-baik saja”. Untuk mendapatkan kabar yang serupa lagi dia akan berpesan di tengah malam pada temannya “hei selasa aku sudah puas mengetahui hari ini dia baik-baik saja, tolong tanyakan lagi dia besok” kata senin ketika membangunkan selasa di tengah malam.

Kadang aku tidak mengerti tentang bagaimana hidup mempertemukan orang-orang. kau tahu, Kita berjumpa dalam keadaan yang biasa-biasa saja, bercengkrama dengan biasa-biasa saja bukankah seharusnya jika berpisah maka itu berjalan biasa-biasa saja. Tapi yang terjadi, hal-hal biasa yang telah kita lakukan nyatanya membuat kita tidak terbiasa saat akan diberi jarak. Ternyata ada hal biasa yang tidak menjadi biasa karena sudah terbiasa dan hal yang kusebut biasa itu adalah kita. jika hal biasa kita sudah tidak biasa lagi, kita akan kehilangan kebiasaan dan kupikir disitulah rasa sedih bermula.

Ingatkah kau saat kita pertama kali berkenalan ?, hanya dengan segelas besar minuman dingin yang manis aku dapat membeli waktumu. Sekedar untuk membicarakan mimpi tentang masa depan dan berbagai kesombongan-kesombongan pribadi. Waktu terus berlalu dan kita masih mengulang kebiasaan yang sama, segelas minuman dingin yang manis dan cerita kita. sampai pada suatu hari minuman itu telah siap disana tapi tidak ada seorangpun yang mau menyentuhnya. Kucicipi sedikit rasa dari minuman itu untuk mengingat dirimu tapi seketika itu kusadari bahwa aku bukan hanya kehilangan kau dan ceritamu tapi juga kehilangan rasa manis dari minuman yang selama ini mendampingi obrolan kita.

Ah… ternyata titik ini yang mereka maksudkan. Titik ketika kita akan melihat kebelakang dan semua teman-teman yang dulu berjuang bersama mulai menghilang satu persatu. Yang awalnya saling sapa, jalan sama, bercanda bersama kini untuk berjumpa saja sulit dan dari semua kejadian itu kita tidak bisa menyalahkan siapa-siapa karena iya, memang masanya sudah selesai. semua yang tersisa hanya “take care ya, sampai jumpa nanti” iya nanti, tapi tidak tahu kapan.

Sebenarnya aku ingin menahanmu lebih lama, tapi aku tidak akan tega menghalangi rencana-rencana masa depan yang telah kau susun rapi itu. Kupikir sudah saatnya kita menjadi dewasa dengan belajar merelakan. Hidup itu sederhana, hanya antara ditinggalkan atau meninggalkan walaupun beberapa orang sepertinya tidak mengerti. Ada yang menjatuhkan air matanya berharap itu menjadi rantai untuk menahan langkahmu. Tapi kita tahu kalau air mata tidak bekerja seperti itu.

Ada kalanya perasaan memang tidak bisa diikutkan dalam mengambil keputusan. Tegarlah, jalan hidupmu telah tergariskan, kini jalanilah dengan bangga. Untuk jalan itulah kau berjuang dan untuk itu jugalah kau berusaha selama ini. Rahasia tuhan siapa yang tahu ?. Mungkin ketika aku menyusuri garis hidupku kelak kita dapat berpapasan kembali, Walaupun mungkin saat itu kau telah memiliki kehidupan yang lebih besar tapi aku akan tetap menyapamu. dan ketika kau membalas sapaanku saat itu juga aku  sudah berhenti bertanya. Bahagia itu apa ?

jalur masa depanmu kini sudah terlihat makin terang. kuharap itu juga akan menerangi tanda-tanda kesuksesanmu. Sudah cukuplah pengalaman yang kita alami bersama sebagai bekal pergumulanmu dengan dunia luar, saatnya kini kau mencari pengalaman di dunia yang lebih luas. apa yang telah kita lewati bersama hanyalah sebagian kecil dari kisah panjang yang akan kau jalani kemudian.

Terima Kasih untuk semua kebahagiaan yang kau berikan selama ini. Sekarang Tahapan hidupmu telah selesai satu bagian dan bagian yang selesai itu adalah bagian yang kau rangkai denganku. aku sadar, diantara semua pengalaman hidupku denganmu aku pasti pernah melakukan kesalahan. Maka dari itu lewat tulisan ini aku meminta maaf. Aku berharap kau tidak akan membawa dendam selepas kau pergi dari sini. Karena selain tidak berguna juga hanya akan menghambatmu dalam meniti karir.

Ketika kau akan berangkat nanti, tolong jangan katakan “Selamat Tinggal”. Kau tidak akan benar-benar meninggalkan kami kan. katakanlah “sampai jumpa lagi” sebagai simbol bahwa kita akan bersua pada suatu hari, Ingat ketika kata-katamu terucap itu tidak lagi hanya sekedar salam tapi juga pernyataan janji.

dan yang terakhir, jangan lupa.. aku akan selalu merindukanmu, dan itu urusanku. bagaimana kau kepadaku, terserah kau lah , itu urusanmu J
Sumber : Weibo.co



Comments