Rasanya
sulit menahan diri untuk tidak menuliskan review tentang novel ini. Kisah masa
sekolah di SMA memang selalu menarik untuk dikenang. Masa sekolah dimana
kebandelan dan rasa keras kepala masih merupakan kebiasaan sehari hari oleh
bocah yang berusaha untuk menjadi dewasa. Masa dimana jumlah bolos tertinggi
adalah peringkat bagi orang paling nakal di dalam sekolah. Masa dimana tawuran
masih merupakan sebuah kesenangan dan bukan kepentingan. Dan masa-masa dimana
pendekatan dengan lawan jenis adalah sebuah nostalgia indah yang akan menjadi
kenangan seumur hidup.
Mungkin
inilah yang ingin disampaikan oleh Pidi Baiq di dalam novelnya ini. Mengembalikan
pembaca pada latar tahun 1990 di bandung. Kisah ini bercerita tentang seorang
siswi bernama Milea yang jatuh cinta pada seorang siswa anggota geng motor, Dilan.
Dilan adalah sosok laki-laki biasa yang tidaklah terlalu gagah ataupun rupawan
tapi memiliki cara yang berbeda dalam urusan romantisme dengan wanita. Cerita-cerita
unik bagaimana Dilan menjalani masa pendekatannya dengan Milea adalah garis
besar cerita dalam novel ini.
Ketimbang
disebut sebagai sebuah novel, mungkin buku ini lebih pantas disebut sebagai
tuntunan yang benar untuk menaklukkan hati wanita. Sebuah sumber di internet
menyatakan bahwa 80% perempuan yang membaca novel ini jatuh cinta pada sosok
seorang Dilan. Wajar rasanya mengingat sosok Dilan dalam cerita memiliki semua
aspek yang dibutuhkan untuk membuat wanita merasa penasaran sampai kesulitan
untuk tidur. Melalui sosok Milea, penulis berhasil membangkitkan sosok seorang
sosok pria yang antik, cerdas dan berwibawa. Yang pasti akan digilai semua
wanita, lihatlah gaya pencitraan yang disampaikan oleh Milea dalam cerita yang
sekakan berusaha menyedot kita untuk ikut merasakan perasaannya saat berhadapan
dengan Dilan.
Cara-cara
yang dilakukan oleh Dilan untuk memikat hati Milea tidaklah seperti yang
dilakukan oleh kebanyakan orang. Jika dalam novel sejenis biasanya seorang akan
memberikan hadiah ulang tahun yang mahal dan mewah kepada kekasihnya, Dilan dalam
novel justru memberikan sebuah TTS, itupun adalah TTS bekas yang sudah diisi
semuanya dengan alih-alih, saat itu Milea sedang sakit dan Dilan tidak ingin
dia Kelelahan berpikir untuk mengisi TTS nya. Pemikiran yang gokil, mungkin
inilah yang membuat sosok Dilan terasa sangat unik dimata pembacanya, alur
pikiran yang tidak bisa ditebak tapi berhasil dengan sangat luar biasa.
Tidak
hanya itu, cara yang dilakukan oleh Dilan saat melakukan pendekatan kepada Milea
sangat unik, bisa dibilang jenius. Seperti awal pertemuannya dengan Milea, Dilan
bukannya memperkenalkan diri malah meramal bahwa akan ada pertemuan
selanjutnya. Dengan cara itu, Dilan berhasil mencuri rasa penasaran Milea untuk
beberapa hari. Selanjutnya ada bagian dimana Dilan mengirimkan seorang pemijat
saat Milea sedang sakit, ketika ditanya kenapa bukan dia yang memijat sendiri,
dengan sederhana dia jawab “belum muhrim”. Dan cerita-cerita unik lainnya
tentang kebohongan Dilan, perilakunya saat di kantin dan beberapa sikap
gentleman yang ditunjukkannya.
Hal
yang paling mengesankan dari cerita ini terletak pada dialognya, sinergi yang
baik antara tokoh Dilan dan Milea saat melakukan perbincangan membuat kita
menahan senyum-senyum sendiri. Jika boleh dikatakan, dialog yang terjadi
sebenarnya biasa saja,sangat sederhana, tapi memikat. Ungkapan lugu yang keluar
tanpa beban seakan menempeleng kita yang terbuai oleh quotes-quotes yang penuh
dengan kata mutiara. Ada kejujuran dalam dialog kedua anak sekolah ini yang
menyadarkan kita akan arti sebuah kesederhanaan. Lihatlah bagaimana Dilan
berusaha menghibur hati Milea ketika sedang cemburu atau saat mereka
berjalan-jalan mengelilingi kota bandung. Inilah salah satu petikan dialog
dalam Novel Dilan.
Motor melaju dengan pelan di jalan
Telaga Bodas. Itu saat Dilan akan mengantar aku pulang
“Itu pohon”, kata Dilan di atas
motor, sambil nunjuk satu pohon. Dia memang bilang, saat itu, ingin jadi
guideku, katanya biar lebih kenal Bandung
“Wow”, jawabku sambil senyum,
pura-pura terperangah seolah aku baru tahu pohon
“Itu langit!”, dia angkat
telunjuknya ke atas
“Mendung”
“Iya. Itu Mang Jajang”, Dilan
menunjuk tukang dagang di pinggir jalan
“Kamu kenal?”
“Kita namai aja Jajang”
“Ha ha ha”
“Itu uang!”, Dilan nunjuk
bapak-bapak yang sedang jalan di trotoar
“Mana?”, kutanya
“Di dalam kantongnya”
“Tahu ada uangnya?”
“Kita anggap begitu”
“Kita anggap uangnya semilyar”
“Jangan, nanti dia kecewa”
“Kenapa?”
“Pas dirogoh, kantongnya kosong”
“Kan kita lagi anggap-anggapan
ih!?”
“Dia ingin nyata”
“Ha ha ha”
“Ini kamu”, dia menunjukku dengan
mengarahkan telunjuknya ke belakang
“Aku baru tahu”, kataku sambil
senyum
“Pemakan lumba-lumba”
“Ha ha ha kamu beneran bilang
begitu ke Bunda?”
“Iya”
“Mmm…kamu beneran bilang aku
berkumis ke Bunda?”
“Iya”
“Mmmm…..Kamu beneran bilang…..aku
pacarmu ke Bunda?’
“Iya”
“Emang kita pacaran?”
“Iya”
Percakapan seperti inilah yang membuat kita tidak rela
kehilangan sosok Dilan dan Milea dalam cerita. Ungkapan-ungkapannya,
keluguaanya, dan juga ceplas-ceplosnya yang biasa saja tapi mengena. Dilan
seakan mengajarkan kita untuk berpikir secara sederhana dalam membahagiakan
kekasih. Seperti dia, tidak perlu terlalu berpikir keras, jujur saja. Karena kejujuran
lebih mahal dari apapun juga.
Satu fakta yang harus kalian ketahui dari novel ini adalah “Cerita
tentang Milea dan Dilan dalam cerita adalah kisah nyata” yah.. Aku juga sempat
kaget ketika mendengarkan faktanya. Hal itu dinyatakan sendiri oleh Pidi di
blognya bahwa ia bertemu dengan Milea untuk membahas novelnya sebelum di rilis.
Dalam blog itu juga Milea mengutarakan beberapa revisi tentang tulisan Pidi
Baiq yang dirasa harus dikoreksi. Aku yakin, Milea Adnan Hussain yang digunakan
sebagai nama dalam tulisan ini adalah nama fiksi, tapi siapun dia aku ingin
menyampaikan terima kasih atas kisah pribadi yang di bagikannya kepada para
pembacanya. Kisah yang terlalu berharga untuk disimpan sendiri menurutku.
Satu hal lagi, yang menurutku unik dari novel ini. Tokoh utama
dalam novel adalah Milea, seorang perempuan. Sedangkan Pidi Baiq adalah
laki-laki. Lalu kenapa dia dapat mengutarakan hati perempuan dalam ceritanya
dengan sangat baik. Aku yakin, hanya sedikit saja diantara kita yang menyadari
itu sembari membaca novel ini, ketidak pedulian akan siapa pengarangnya memang
kerap terjadi ketka kita sudah menikmati tulisan seseorang. Tapi hey, tidakkah
itu membuat kalian berpikir bahwa “ternyata laki-laki MEMANG mengerti perasaan
seorang perempuan” . Aku tahu yang kalian maksudkan bahwa dia hanya
menceritakan kisah wanita lainnya. Bukankan merangkai dan menceritakan itu
berbeda ? Bukankah merangkai itu adalah hal paling sulit dari sebuah cerita ?. Bukankah
cerita ini sangat mengesankan buatmu dengan gaya yang dipilih oleh penulis ?. Cerita
ini dirangkai oleh penulis sendiri, aku sangat yakin itu. Dan kalian terpesona
? Oke, kalian tahu maksudku.
Akhir kata, harus kukatakan bahwa novel ini adalah sebuah
karya yang mempesona. Tidak perlu sebuah ide yang berlebihan untuk membuat
suatu hal yang luar biasa, selama kita bisa meramunya dengan baik, semuanya bisa
menjadi hal yang luar biasa. Sederhana tapi memikat. Lugu tapi menyenangkan. Bodoh
tapi menciptakan senyuman. Canggung tapi berdebar-debar. Lebay tapi manis, dan gokil,
bocah, kenakak-kanakan tapi yang jelas dapat membuatmu iri.
yoo
ReplyDeleteini cuma review, saya masih senyum gaje ga jelas... -__- deeuh Dilan bikin saya terbang lagi. anggap saja saya Milea. review yang bagussss!!
ReplyDeletenice touch
ReplyDelete