Kota Pinrang, sebuah wilayah yang terletak sekitar
185 KM di arah utara kota Makassar merupakan daerah yang sejak dulu terkenal
akan potensinya yang luar biasa. Selain karena daerah pariwisata yang banyak,
kawasan ini juga dikenal sebagai wilayah lumbung pangan di sulawesi selatan. Dengan
kontur yang beragam di setiap daerah, kawasan ini menjadi wilayah yang serba
ada ketika berbicara bahan makanan. Dari cabai keriting sampai kopi robusta,
hampir semua komoditi yang ada di sulawesi dapat tumbuh dengan subur di tanah ini.
Dengan sumber daya alam tersebut, masyarakat dapat membuat berbagai macam
kuliner yang berbeda-beda. Salah satu diantara kuliner masyarakat Pinrang yang
terkenal adalah “Nasu Palekko”.
Jika berkunjung ke daerah Pinrang, luangkanlah
waktu untuk singgah mencicipi sensasi pedas dari masakan andalan kota ini. Warung
yang menyediakan kuliner ini dapat ditemukan dengan mudah di sepanjang jalan
daerah. Dengan merogoh kocek sekitar Rp 20.000 anda sudah dapat menikmati
semangkuk sambutan hangat dari masyarakat Pinrang. Di warung, Nasu palekko
biasanya dihidangkan dalam keadaan panas bersama nasi putih serta segelas es teh manis. Tidak lupa juga
dengan sambal cabai yang dapat di sesuaikan berdasarkan selera. Rumor yang
beredar bahwa semakin pedas masakan “Nasu Palekko” maka semakin nikmat saat
disantap. Rumor itu sebenarnya tidaklah terlalu tepat karena rasa nikmat dari
masakan ini tidak mengunggulkan cabai sebagai bahan utamanya melainkan bebek.
Bebek yang digunakan dalam pegolahan masakan ini adalah bebek pilihan yang
telah lolos seleksi secara ketat (*halah). Adapun rasa pedas dalam makanan ini
berasal dari selera dan kegemaran orang Pinrang yang lidahnya terbiasa dengan
sensasi pedas tingkat tinggi. Hal itu dapat dirasakan ketika menikmati masakan
lainnya seperti “Barobbo” dan juga “kapurung” yang dibuat masyarakat di daerah
ini. Jadi warung pinggir jalan biasanya
akan menyediakan sambal cabainya secara terpisah untuk para pendatang agar
dapat menyesuaikan dengan seleranya juga.
Bahan utama seperti yang telah disebutkan diatas
adalah bebek. Bebek yang digunakan adalah bebek muda yang hampir “sekke bulu”
atau hampir dewasa. Ciri-ciri bebek ini adalah bulunya yang hampir rapat serta
posisi sayap yang sebentar lagi sempurna. Pemilihan bahan baku merupakan hal
paling penting dari masakan ini karena jika umur bebek terlalu tua, dagingnya
akan terasa alot dan tidak dapat diresapii bumbu secara sempurna. Selain itu
bebek yang digunakan adalah bebek sawah. Bebek sawah merupakan bebek yang lebih
aktif bergerak sehingga produksi minyak dalam kulitnya akan lebih banyak. Dan
juga, harus dipastikan kalau bebek tersebut adalah “itik lunrara” atau bebek
yang belum bertelur, cara mudahnya pilih bebek jantan saja (*rempoong).
Kemudian bumbu. Nasu palekko merupakan kategori
masakan yang termasuk dalam family “Nasu Tellu-Tellu”. Nasu tellu-tellu
merupakan istilah dalam masakan bugis yang berarti bahwa tiga jenis bumbu saja
cukup dan sisanya hanya pelengkap. Untuk masakan ini sendiri bumbu tellu-tellu
yang dimaksud adalah Cuka, Garam dan cabai rawit. Meskipun begitu untuk
memperkaya rasa yang ada maka rempah-rempah lain ditambahkan seperti bawang
merah, bawang putih, jahe, cuka, daun salam, sereh, merica, serta kunyit.
Sebelum memasak, maka terlebih dahulu disiapkan
alat masak spesialnya. Seperti halnya dalam pemilihan bahan utama, alat memasak
juga memiliki kriteria tersendiri. Sesuai dengan namanya, nasu palekko dibuat
dengan menggunakan “palekko”. Palekko merupakan sebuah alat masak tradisional
berupa tutup wajan atau panci yang terbuat dari tanah liat. Bukan hanya itu, alat pendukungnya seperti “pammuttu”
(wajan) dan “dapo” (tungku) terbuat dari tanah liat juga. Peralatan yang
terbuat dari tanah liat sering disebut
“parewa tana”. Proses pembakaran menggunakan kayu dari pelepah daun kelapa,
karena dipercaya dapat memberikan aroma tersendiri pada masakan.
Setelah alat memasak ada, siapkan bahannya. Mula-mula
bebek yang telah bersih dari bulu, dibuang bagian ekornya. Pisahkan kulit dengan
daging lalu “cincang” (potong) kecil-kecil daging agar mudah diresapi bumbu. Lumuri
dengan kunyit serta cuka untuk menghilangkan bau amis dari bebek. Cuka yang
digunakan biasanya adalah yang berasal dari buah mangga atau asam jawa. Diamkan
beberapa saat sampai bumbunya meresap kedalam daging.
Sembari menunggu daging bebek siap, rempah-rempah
lainnya dipersiapkan. Haluskan bawang putih, bawang merah, jahe, sereh, garam,
merica, serta cabai rawit. Disini ada beberapa bahan yang memiliki aroma pedas
seperti cabai, merica dan jahe. Yang harus diperhatikan adalah rasa pedas yang
dominan harus berasal dari cabai maka porsinya harus lebih dari jahe dan
merica. Proses penghalusan juga di sarankan menggunakan ulekan dari batu guna
mengeluarkan aroma rempah yang lebih sedap.
Setelah daging dan rempah-rempah selesai, maka
proses memasak dimulai. Kulit bebek yang telah dipisahkan dengan dagingnya
dipotong kecil-kecil kemudian dimasukkan kedalam wajan tanah liat yang telah
dilapisi dengan daun pisang. Tunggu sampai minyak dari kulit bebek keluar
sendiri, minyak ini akan menjadi pengganti minyak kelapa untuk menggoreng
daging bebeknya. Setelah kulit bebek menjadi agak garing, masukkan daging bebek
yang telah diresapi air cuka dan kunyit tanpa membuang airnya, tambahkan
sedikit air lalu tutupi dengan palekko.
Jika air dalam wajan sudah mendidih, masukkan
rempah-rempah dan juga daun salam yang sudah disiapkan. Aduk masakan agar
tercampur merata dengan bumbunya lalu tutupi lagi dengan palekko. Jika air
dalam wajan telah mengering, maka masakan sudah siap dinikmati. Aroma dari nasu
palekko yang telah matang dapat tercium dari jarak beberapa meter jauhnya. Nasu
palekko paling enak dinikmati dengan Nasi “pule lame” yaitu nasi yang dimasak
bersama dengan ubi jalar yang telah dipotong kecil-kecil. Aroma bebek dan aroma
ubi yang khas dipastikan dapat menggugah selera makan siapa saja.
Tidak ada sejarah jelas tentang orang yang telah menciptakan masakan
ini. Yang jelas kuliner ini telah ada sejak ratusan tahun lalu dan menjadi
kebanggan masyarakat di kawasan Ajatappareng termasuk diantaranya adalah Pinrang,
Sidrap dan juga Pare-pare. Kuliner ini
biasanya akan dihidangkan ketika ada acara-acara besar, seperti perkawinan dan
juga “pangung “ (membangun rumah) dimana masyarakat banyak akan diundang. Meskipun begitu, kuliner ini tetap dapat
dinikmati diluar dari acara tersebut karena tidak ada peraturan adat yang
melarangnya.
Dalam perkembangannya di jaman sekarang, daging
bebek kerap kali diganti dengan daging ayam. Hal ini dikarenakan beberapa orang
merasa tidak nyaman saat memakan daging bebek selain itu ada juga alat memasak
yang kini memakai wajan dari besi karena
susahnya menemukan pengrajin yang membuat palekko dari tanah liat. Bagi saya
pribadi, esensi tetaplah esensi. Nasu palekko tetaplah “Masakan bebek muda yang
dimasak menggunakan tungku dari tanah liat” sesuai namanya.
Comments
Post a Comment